- Tujuan Lembaga Pendidikan
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mengembangkan kecerdasan spiritual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual pada diri pelajar. Sehingga
membentuk karakter bangsa yang taat kepada agama, berakhlak mulia, dan
berwawasan luas. Pengertian pendidikan yang tertera dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa tujuan pendidikan nasional mengedepankan
pentingnya kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dan berwawasan luas
dalam kehidupan rakyat Indonesia. Dalam bahasan ini, penulis akan membahas
tentang bagaimana pentingnya memiliki kecerdasan emosional.
- Al-Qur'an Sebagai Solusi dalam Membangun Kecerdasan Emosional Siswa
Kecakapan emosional
mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional dapat diajarkan dan akan
memberikan peluang yang lebih baik dalam memanfaatkan potensi intelektual.
Kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk menanggulangi tumbuhnya sifat
mementingkan diri sendiri, mengutamakan tindak kekerasan, dan sifat-sifat jahat
yang lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional dapat mengendalikan diri,
memiliki kontrol moral, memiliki kemauan yang baik, dapat berempati (mampu
membaca perasaan orang lain), serta peka terhadap kebutuhan dan penderitaan
orang lain sehingga memiliki karakter (watak) terpuji dan membangun hubungan
antar pribadi yang lebih harmonis.[2] Di
dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa
bersabar supaya kita mendapatkan pertolongan dari-Nya. Sifat sabar berkaitan
dengan kecerdasan emosional. Maka perintah sabar yang tertera dalam kitab suci
Al-Qur’an merupakan pembelajaran bagi manusia agar mereka dapat mengembangkan
kercerdasan emosionalnya. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (Q.S. Al-Baqarah: 45)
Mintalah pertolongan kepada Allah, untuk
menghilangkan sifat-sifat pemalsuan, takabbur, dan keras hati kamu.[3]
Allah SWT berfirman
dalam ayat lain yang berkaitan dengan kata sabar yang berhubungan dengan moral
dan etika. Adapun moral dan etika yang baik adalah ciri dari kecerdasan
emosional. Bunyi ayat Al-Qur’an tersebut yaitu:
Artinya:
“Dan orang-orang
yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi
atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang
Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”.(QS.Ar-Rad:22)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa ajaran moral dan etika dalam Islam memiliki kekhasan
bersumber dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Atau dengan kata lain memiliki sibgah
rabbaniyyah (celupan warna ketuhanan), baik dari segi sumbernya maupun
tujuannya. Sumbernya adalah perintah Allah subhanahu
wa ta’ala, dan tujuannya adalah mencapai keridaan-Nya.
Sabar adalah
upaya menahan diri berdasarkan tuntutan akal dan agama, atau menahan diri dari
segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan akal dan agama. Dengan
demikian sabar adalah kata yang memiliki makna umum. Namanya bisa beragam
sesuai perbedaan obyeknya. Jika menahan diri dalam keadaan mendapat musibah
disebut sabar, kebalikannya adalah al-jaza’u
(sedih dan keluh kesah).[4]
Kedua
ayat di atas mengandung pelajaran tentang bagaimana cara mengembangkan
kecerdasan emosional. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dengan sabar dan
shalat akan menghilangkan sifat-sifat pemalsuan, takabbur, dan keras hati. Sedangkan
penjelasan dari ayat yang lainnya menerangkan bahwa sabar merupakan upaya
menahan diri dari segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan akal
dan agama. Dari keterangan tersebut dapat diartikan bahwa sifat sabar merupakan
salah satu cara yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan emosional dalam diri
seseorang.
Adapun
membangun kecerdasan emosional siswa berarti bertujuan membangun kesadaran dan
pengetahuan anak dalam upaya mengembangkan kemampuan nilai-nilai moral dalam
dirinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu mengatasi
beban hidup yang berat menjadi ringan. Termasuk mampu mengatasi semua
kekurangan, stres, dan depresi. Kecerdasan emosional membimbing dan menciptakan
motivasi untuk menjalani berbagai aktivitas sehingga terbentuk pribadi yang
tangguh secara mental dan fisik, yang siap berjuang untuk meraih prestasi
terbaik di dalam hidupnya.
Sedangkan
tanpa kesadaran emosi, tanpa kemampuan untuk mengenali dan menilai perasaan
serta bertindak jujur menurut perasaan tersebut, kita tidak dapat bergaul secara
baik dengan orang lain, tidak dapat membuat keputusan dengan mudah, dan sering
terombang-ambing, dan tidak menyadari diri sendiri.[5]
Kenakalan
pelajar adalah sebagian contoh dari kurangnya kecerdasan emosional pada diri
mereka. Masalah lain yang muncul ialah bertalian dengan perilaku sosial,
moralitas, dan keagamaan misalnya: 1). Keterikatan hidup dalam gang (peers group) yang tidak terbimbing mudah menimbulkan juvenile deliquency (kenakalan remaja)
yang berbentuk perkelahian antar kelompok, pencurian, perampokan, prostitusi,
dan bentuk-bentuk perilaku antisosial lainnya 2). Konflik dengan orang tua,
yang mungkin berakibat tidak senang di rumah, bahkan minggat (melarikan diri
dari rumah) 3). Melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan
norma masyarakat atau agamanya, seperti menghisap ganja, narkotika, dan
sebagainya.[6]
Dari masalah ini, peran orang tua dan guru sangat penting dalam pembentukan
karakter yang baik kepada anak agar perilaku buruk tersebut tidak terjadi pada
diri mereka.
- Peran Orang Tua dan Guru dalam Membangun EQ pada diri Siswa
Orang
tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama
dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.[7]
Selain pendidikan pertama bagi anak-anaknya, orang tua juga adalah teladan
pertama yang menjadi contoh bagi anak-anak mereka. Keteladanan yang baik
membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh
anak adalah orang tuanya. Mereka pulalah yang paling kuat menanamkan
pengaruhnya ke dalam jiwa anak.[8]
Apabila
orang tua tidak mendidik anak dengan baik maka akan berakibat buruk bagi
psikologi anak. Beberapa kesalahan dalam mendidik anak di antarnya terlalu
royal membelikan hadiah kepada anak, terlalu menuntut, terlalu membebani anak
dengan masalah yang belum tepat pada usianya, tidak ada waktu untuk mereka,
membanding-bandingkan anak, berperilaku yang tidak selayaknya di hadapan anak,
dan kurang bisa menahan emosi di hadapan anak. Dampak atau akibat yang
ditimbulkan dari kesalahan orang tua dalam mendidik anak adalah mereka menjadi
anak yang manja, tidak dapat mengembangkan potensi dirinya karena tuntutan
orang tua yang berlebihan, tidak dapat menyelesaikan permasalah diri sendiri,
tidak dapat mengatur waktu dengan baik, pilih-kasih dalam bergaul, dan tidak
mampu mengelola emosi mereka dengan baik.
Selain
orang tua, sekolah juga berperan dalam mencerdaskan emosional anak. Seperti
yang dijelaskan di atas, sekolah memiliki tujuan yaitu mengedepankan pentingnya
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dan berwawasan luas dalam
kehidupan rakyat Indonesia. Di dalam lingkungan sekolah, terdapat tenaga
pendidik yang bertugas membimbing emosional siswa supaya mereka mampu menjadi
manusia yang cerdas secara emosional. Guru yang memiliki peran penting dalam
mengembangkan kecerdasan emosional siswa adalah guru Pendidikan Agama Islam.
Guru
pendidikan agama Islam berperan dalam pengembangan kecerdasan emosional pada
diri anak. Peranan guru dalam pengembangan kecerdasan emosional (EQ) adalah sebagai
perencana, model, motivator, fasilitator dan evaluator. Sebagai pengajar guru
membantu siswa agar mampu mengenal dan memahami emosi yang dialami, mengelola
emosi yang dialami, memotivasi diri, memahami emosi teman-temannya atau orang
lain dan mengembangkan hubungan dengan teman-temannya atau dengan orang lain.
Semoga Bermanfaat :)
[1] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Diadit
Media, 2011), h. 2
[2] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan (Jakarta: Bumi
Askara, 2009), h. 112
[3] Al-Hassan, Tafsir Al-Furqan (Jakarta: Dewan Da’wah 1987) Cet.1. h.13
[4] Ar-Rāgib Al-Asfānī, Mufradāt Garībil-Qur’an, (Beirut:
Dārul-Fikr, t.th), h. 273
[5] Jeanne Segal, Meningkatkan Kecerdasan Emosional (Jakarta:
Cipta Askara), h. 2
[6] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya), h. 137
[7] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Diadit
Media, 2011), h. 88
[8] Muhammad Ibnu Abdul Hafidh
Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak (Jakarta:
Al-I’tishom Cahaya Umat, 2006), h. 57
888sport Casino Review by Dr.MD
BalasHapus888sport casino 군산 출장안마 review by Dr.MD. Detailed and unbiased opinion on the 세종특별자치 출장마사지 gaming experience 구미 출장안마 of 888Sport users. Find out 여주 출장안마 if 888sport casino is 부천 출장마사지 worth your